image

Minyak Babi Cap Unta

Alkisah, ada seorang pemuda yang dikenal luas sebagai laki-laki yang shalih, rajin ibadah, penuh kepedulian sosial, pintar berceramah, dan mewakili karakter pemuda idaman setiap mertua di lingkungan kesehariannya. shalat berjama'ah di mushola tak pernah dilewatkannya, bahkan saat terdengar gemuruh hujan dan kilat sekalipun.
usai shalat berjamaah, dialah yang paling terakhir keluar dari mushola. pada masa antara shalat maghrib dan isya', dapat dipastikan bahwa ia hanya tinggal seorang diri di mushola tersebut. Tanpa segan iapun begitu peduli terhadap tetangga yang membutuhkan banhtuan tenaganya. Di dalam hati, ia memiliki keyakinan spiritual yang kuat bahwa menjadi kekasih Allah adalah rajin beribadah (‘ubudiyah) dan peduli terhadap orang-orang disekitarnya (mu’amalah).

Keyakinannya tersebut berlandaskan pada hablum minallah wa hablum minannas yang begitu sering diterangkan oleh guru mengajinya sejak ia masih kecil dulu. Selebihnya, ia tak menganggap penting. Dan karenanya, ia tak memerlukannya. Ia menganggap bahwa esensi Islam adalah hablum minallah wa hablum minannas. Sungguh, di luar itu tidak penting.

Beberapa lama kemudian, sang pemuda tadi tumbuh menjadi tokoh masyarakat yang disegani, serta memperoleh jalan rezeki yang gampang dan lapang. Ia dikenal sebagai orang shalih, kaya, dan dermawan. Akhirnya, terbayarlah segala syarat untuk menjadi kekasih Allah, yang kelak dijanjikan dengan surge yang maha indah. Orang-orang disekitarnyapun memiliki pendapat yang sama dengannya.

Hanya satu hal (yang barangkali bagi siapapun yang menganggapnya sangat sepele) yang tak pernah diketahui status hukumnya olehnya, yakni ia sangat suka sarapan dengan roti tawar yang diolesi minyak samin (sejenis mentega). Setiap pagi, ia tidak pernah kelewatan sarapan dengan menu ini.

Sungguh ia bisa benar-benar marah kepada setiap anggota keluarganya, jika di rumahnya tidak tersedia roti tawar, apa lagi minyak samin. Ibaratnya meskipun hujan sangat deras, terjadi banjir, dan listrik mati, intinya roti tawar dan miyak samin harus tersedia.

Hingga pada suatu pagi, ia terdiam sejenak mencermati toples minyak samin yang tak biasa dipakainya selama ini. Menurutnya, toples ini lain dari toples biasanya. Akhirya, diambilnya toples yang isinya telah berkurang separoh itu. Ia menimang, meneliti, membaca berkali-kali seluruh tulisan yangf tertera pada toples tersebut. Ternyata, ada gambar ada gambar unta ysng tak begitu besar di situ.

Kemudian, ia memanggil pembantunya yang bertugas menyediakan sarapan berupa roti tawar dan minyak samin itu.

“sudah berapa lama kamu menggunakan minyak samin cap unta ini?” tanyanya kepada pembantunya.

“hamper seminggu, tuan.”

“kenapa kamu mengganti minyak samin biasanya dengan ini?”

“maaf tuan. Merek minyak samin yang biasanya sudah tidak diproduksi lagi. Saya sudah mencoba mencarinya kemana-mana, tetapi memang tak ada lagi. Apakah tuan tidak menyukai rasanya ataukah perlu diganti dengan merek minyak samin yang lainnya?”

“tidak. Justru, minyak sami ini tersa lebih gurih daripada minyak samin yang biasanya. Bila dibandingkan dengan minyak samin yang biasanya, lebih mahal yang mana?”

“lebih murah minyak samin yang sekarang, tuan.”

“lho, kok bisa? Seharusnya, minyak samin yang lebih mahal terasa lebih gurih, bukan?”

“anu. Tuan. Anu…….”

“anu gimana….?”

“maaf tuan, ceritanya begini. Kini, bahan baku minyak samin sulit dicari. Jadi, dimana-mana tidak ditemukan bahan baku miny7ak samin. Padahal, saya bertugas menyediakan minyak samin untuk tuan secara terus-menerus. Ketimbang saya tidak bisa memenuhi kewajiban, akhirnya saya memesan secara khusus kepada teman saya, tuan.”

“lho, jika kamu memesannay secara khusus, bukankah hal itu membuat harga minyak samin menjadi lebih mahal?”

“ini anu, tuan. Sebenarnya, itu bukanlah minyak samin.”

“hah….?!” Tuan itu terkejut. “ lantas, ini minyak apa?”

“minyak samin itu merupakan hasil olahan dari daging babi, tuan….” Sang pembantu menunduk sangat dalam, sehingga kepalanya rata edengan pundaknya, karena saking takutnya ia terhadap amarah yang segera menerpanya.

Tetapi, sang pemuda itu hanya manggut-manggut.

“maafkan saya, tuan. Saya hanya takut tak bisa memenuhi permintaan tuan. Makanya, saya melakukan kewajiban semampu saya.”

“lantas, kenapa ada gambar untanya?”

“itu hanya buatan saya, tuan. Biar saya tidak dimarahi oleh tuan.”

“ooooo….., ternyata kamu pintar juga ya. Saya senag sekali mempunyai pembantu sepertimu. Kamu sangat bert6anggung jawab terhadap tugasmu. Sungguh, kamu memiliki naluri berbisnis yang amat bagus.”

bukan main terkejutnya si pembantu itu. Ia tak mendapatkan amrah dari tuannya lantaran menyajikan minyak babi kepada tuannya yang notabene Bergama islm. Padahal, islam menerangkan bahwa babi termasuk jenis makanan yang dikharamkan. Apalagi ia telah mengakalinya dengan menempelkan stiker cap unta. (bersambung)

sumber : dijual murah surga seisinya

| Free Bussines? |

0 komentar:

Posting Komentar